Langsung ke konten utama

MALAM PERTAMA USAI PURNAMA

(Balada Banjir Jakarta)

Wahai bulan satu hari lewat purnama, sampaikan
pada perempuan setia itu bahwa aku rindu senyumnya
yang belum pernah sempurna
Kemarin barusan purnama, taun baru disambut Selasa
dan dalam api para jin berpesta di angkasa, tapi aku
mendengar jeritan kota yang terbakar, banjir, ledakan
bom, serta parahnya tabrakan kereta

Wahai bulan malam pertama usai purnama
Sampaikan kepada perempuan setia itu bahwa aku tak
rela ia tergores luka, terperangkap badai gurun, gunung,
hutan dan rimba: kabarkan juga aku telentang di balai
bambu, usai bernyanyi pilu menimang cahaya

Wahai bulan satu hari lewat purnama, sampaikan
kepada perempuan setia itu bahwa cahaya matanyalah
keteduhan jiwa, pancaran wajahnya sinar hidup
Menafasi perantauan, menaklukkan benteng demi
benteng, meski di langit ke tujuh sekali pun!

Wahai bulan malam pertama usai purnama, sampaikan
pada perempuan setia itu, derita atas jarak dan waktu
selalu menuai rindu, di sini aku terdampar dikurung mimpi
Dirantai kekuasaan yang membuncahkan tahun-tahun
lengang yang selalu melesatkan kata memacu cinta
bagaikan derap langkah ribuan kuda penuh luka

Medan, 2001


Komentar

Postingan populer dari blog ini

SEMERBAK KENANG

Irman Syah SEMERBAK KENANG Ning nong neng neng Neng neng nong neng.. Kembali sunyi, rel yang beku Stasiun sukma meraung klenengan bertukar kata Pilu taman dicium embun Lumut kian membungkus sunyi diri dan risau mimpi Tikam-menikam jantung hitung-menghitung untung dalam abadinya perantauan

RUMAH KEDIRIAN

Apa sesungguhnya yang lekat di usia..   Hitungan dan angka-angka ataukah rasa yang tak pernah lupa akan hikayat semesta? Ceria dan airmata tak pernah lupa kemana diri mesti meminta, kadang namalah yang sering alpa atau gelar yang tanpa sengaja menerima sanjung puja. Mari, lepaskan semua sangka. Hidup tak semisal angka dan hitungan bukan hanya bahasa manusia. Selamat menikmati diri yang sesungguhnya tanpa anasir apa pun yang menggoda, kecuali bagiNya dengan segenap tatacara..

MENIDURI MAWAR

Irman Syah MENIDURI MAWAR Ketika harus membagi wangi mawar terperangkap genggaman tampuk, batang, dahan dan ranting Sedang jambangan menanti, makam menunggu pesta riuh tepuk-tangan, serta peluk-cium pun amat merindu: mawar ragu memaknai diri sendiri