Langsung ke konten utama

KAMAR

Kalau aku bercerita tentang kamar, sebuah tempat
yang memberi inspirasi persoalan hidup tentu kau
menggelengkan kepala karena memang kau kurang
sepakat dengan apa yang kuinginkan. Hidup mengalir
bagai batu-batu runcing menjilati pasangan telapak
Meski telah kita gandeng janji namun perbedaan
tetap saja menumbuhkan bunga asing di diri sendiri

Kalau kau tetap meminta cerita dari negeri asing
aku akan selalu menolak untuk memaparkannya
Kutahu pasti: hidup yang dilayari tak sebatas keraguan
matahari yang malu seperti dongeng kanak-kanak
telah menanam kerinduan tak terduga hingga mesjid
di kota seribu satu malam itu membuahkan tanya
sepanjang masa. Apa yang telah kautanam dalam
dirimu? Tak secuil pun! kecuali mimpi yang buyar
ditelan subuh: kelengangan menjadi api kian nyala
bakar-membakar keadaan!

Kalau di antara kita tetap berbeda menerjemahkan
harap negeri ini akan tetap terbengkalai dan di setiap
sudut kota akan berseliweran perempuan-harap
mengacungkan senyum dengan dada sedikit terbuka
menggoda: akankah kita tunggu malam
menjelmakan malaikat agar senyumnya mampu
mencicipi embun pagi hari: belai-membelai dada
yang terbengkalai karena tak tentu arah rimbanya..

Bukankah kita sering lupa dimana berlabuhnya
kegelisahan? Bahkan pada diri sendiri pun kita sering
terlambat meminta maaf, tentang keasingan yang kita
pupuk waktu demi waktu mengisi hati yang tak tentram
di dasar jiwa, serta menyisakan bau perempuan yang
tak pernah kita tau di mana kamarnya? Sementara kita
kian asik saja meniup balon-balon nasib yang mudah
terbang atau meledak di udara! Jadi, baik kita siasati
deru nafas kota atau desa tertinggal yang melautkan
kesengsaraan serta kepedihan dinding-dinding dada

Dari jalanan kita temukan kamar-kamar sejarah
tercatat mau pun tidak: terserah, mau dibawa
kemana diri?  Berlari atau menyongsong angin yang tak
berhaluan. Kalau kita mengelak, rumput-rumput di tanah
basah membekaskan perih di kamar-kamar jiwa, sebuah
suara lengking meneriakkan kemerdekaan, kemudian
berganti dengan jerit penjajahan: ow, jauh… di manakah
tujuan? Ternyata kepastian telah kita tafsir semena-mena
sehingga beberapa data yang disusun sesengaja mungkin
tak mampu lagi mengisi perjalanan bulan, hanya jam
yang bertanya pada waktu, sia-sia!

Ow… Di manakan nasib, di manakah hidup, di manakah
kamar tempat segalanya berpadu dalam irama lagu yang
kaudendangkan setiap menit waktu? Dan nyatalah:
kehidupan bukanlah nafas sekedar!

Hari ini masih ingin kuceritakan tentang kamar karena
sangat rindunya aku mengabarkannya padamu, tentang
kepastian nasib yang terkeranda, tentang tafsiran hidup
yang tersisa, tentang keasingan yang selalu mendera
tentang sikap yang selalu terpaksa, atau tentang kita yang
selalu tak sama dalam menyiasati hidup untuk bermakam
di kamar yang mana?

Kuda-kuda, 1996



Komentar

Postingan populer dari blog ini

SEMERBAK KENANG

Irman Syah SEMERBAK KENANG Ning nong neng neng Neng neng nong neng.. Kembali sunyi, rel yang beku Stasiun sukma meraung klenengan bertukar kata Pilu taman dicium embun Lumut kian membungkus sunyi diri dan risau mimpi Tikam-menikam jantung hitung-menghitung untung dalam abadinya perantauan

RUMAH KEDIRIAN

Apa sesungguhnya yang lekat di usia..   Hitungan dan angka-angka ataukah rasa yang tak pernah lupa akan hikayat semesta? Ceria dan airmata tak pernah lupa kemana diri mesti meminta, kadang namalah yang sering alpa atau gelar yang tanpa sengaja menerima sanjung puja. Mari, lepaskan semua sangka. Hidup tak semisal angka dan hitungan bukan hanya bahasa manusia. Selamat menikmati diri yang sesungguhnya tanpa anasir apa pun yang menggoda, kecuali bagiNya dengan segenap tatacara..

MENIDURI MAWAR

Irman Syah MENIDURI MAWAR Ketika harus membagi wangi mawar terperangkap genggaman tampuk, batang, dahan dan ranting Sedang jambangan menanti, makam menunggu pesta riuh tepuk-tangan, serta peluk-cium pun amat merindu: mawar ragu memaknai diri sendiri