Kalau aku
bercerita tentang kamar, sebuah tempat
yang memberi
inspirasi persoalan hidup tentu kau
menggelengkan
kepala karena memang kau kurang
sepakat
dengan apa yang kuinginkan. Hidup mengalir
bagai
batu-batu runcing menjilati pasangan telapak
Meski telah
kita gandeng janji namun perbedaan
tetap saja
menumbuhkan bunga asing di diri sendiri
Kalau kau
tetap meminta cerita dari negeri asing
aku akan
selalu menolak untuk memaparkannya
Kutahu pasti:
hidup yang dilayari tak sebatas keraguan
matahari
yang malu seperti dongeng kanak-kanak
telah
menanam kerinduan tak terduga hingga mesjid
di kota
seribu satu malam itu membuahkan tanya
sepanjang
masa. Apa yang telah kautanam dalam
dirimu? Tak
secuil pun! kecuali mimpi yang buyar
ditelan
subuh: kelengangan menjadi api kian nyala
bakar-membakar
keadaan!
Kalau di
antara kita tetap berbeda menerjemahkan
harap negeri
ini akan tetap terbengkalai dan di setiap
sudut kota
akan berseliweran perempuan-harap
mengacungkan
senyum dengan dada sedikit terbuka
menggoda:
akankah kita tunggu malam
menjelmakan
malaikat agar senyumnya mampu
mencicipi
embun pagi hari: belai-membelai dada
yang
terbengkalai karena tak tentu arah rimbanya..
Bukankah
kita sering lupa dimana berlabuhnya
kegelisahan?
Bahkan pada diri sendiri pun kita sering
terlambat
meminta maaf, tentang keasingan yang kita
pupuk waktu
demi waktu mengisi hati yang tak tentram
di dasar
jiwa, serta menyisakan bau perempuan yang
tak pernah
kita tau di mana kamarnya? Sementara kita
kian asik
saja meniup balon-balon nasib yang mudah
terbang atau
meledak di udara! Jadi, baik kita siasati
deru nafas
kota atau desa tertinggal yang melautkan
kesengsaraan
serta kepedihan dinding-dinding dada
Dari jalanan
kita temukan kamar-kamar sejarah
tercatat mau
pun tidak: terserah, mau dibawa
kemana
diri? Berlari atau menyongsong angin
yang tak
berhaluan.
Kalau kita mengelak, rumput-rumput di tanah
basah
membekaskan perih di kamar-kamar jiwa, sebuah
suara
lengking meneriakkan kemerdekaan, kemudian
berganti
dengan jerit penjajahan: ow, jauh… di manakah
tujuan?
Ternyata kepastian telah kita tafsir semena-mena
sehingga
beberapa data yang disusun sesengaja mungkin
tak mampu
lagi mengisi perjalanan bulan, hanya jam
yang
bertanya pada waktu, sia-sia!
Ow… Di
manakan nasib, di manakah hidup, di manakah
kamar tempat
segalanya berpadu dalam irama lagu yang
kaudendangkan
setiap menit waktu? Dan nyatalah:
kehidupan
bukanlah nafas sekedar!
Hari ini
masih ingin kuceritakan tentang kamar karena
sangat
rindunya aku mengabarkannya padamu, tentang
kepastian
nasib yang terkeranda, tentang tafsiran hidup
yang
tersisa, tentang keasingan yang selalu mendera
tentang
sikap yang selalu terpaksa, atau tentang kita yang
selalu tak
sama dalam menyiasati hidup untuk bermakam
di kamar
yang mana?
Kuda-kuda, 1996
Komentar
Posting Komentar