Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Desember, 2013

ROMANSA KEMATIAN

Kalau masih belum lengkap bagimu tatapanku biarlah hati tertawan hangus, bersamamu saja kerinduan ini menjadi lengkap, tak bisa kutepiskan, betapa matamu hinggap tubuhku seakan kauusap: rambut, alis, kumis dan bahkan terjemahannya makna-makna kesendirian

SINGGASANA PENYAIR

Ketika aku menjadi kata, seseorang selalu memberatkan makna di inti jiwa kemudian seorang lagi, sehingga semua sepakat menggelariku dengan sebutan-sebutan kaku; tanah, sawah, gedung kota, pabrik, atau berjuta sebuatan lain yang amat beratnya dan bahkan ada pula yang menggunakan batang-tubuh jiwaku dengan sebutan yang memualkan: ular, parasit, kondom, kapitas, dan sejenisnya.. Ah, betapa aku jatuh ke martabat jahiliyah

KEBERANGKATAN

Memberangkatkan diri kita selalu menanyakan jam Gelisah-demi gelisah pun semakin menggeser waktu kita percaya ada yang berubah Padahal tetap saja begitu, cahaya barangkali yang menentukan jauh perjalanan, kecuali mendung atau hujan: karenanya jarang kita kenal jam berapa sekarang?

PELAYARAN KIRA-KIRA

Di laut tak bernama sekali pun telah kita layarkan jutaan harapan tapi selalu berlabuh di kekecewaan Ada pula yang kadang bergerak menarik detak hati melayari nasib ke lain laut yang paling asing tapi ujung pelabuhan sepi yang kian menghadang..

KUDA-KUDA YANG MENARI

Kuda belang, kudaya belang, melompat dan melayang, dikipasnya wangi parfum surga, langit terbelah dan malaikat menari Tak pernah ada tarian sesakral itu: suara bansi, patuah dan petatah-petitih pun beralih-alih suara Kuda belang, kuda yang mengangkang ringkikkan kemerdekaan: seniman merdeka, “merdekakah?”, seniman setia, “setiakah?” ow, tanya jantungmu: tanya, tanya, tanya? Tanya jantung, jantung, jantungmu jantan!

JALAN LURUS

Hiduplah perantauan, ragam warna, ragam kitab Mikrofon diperebutkan: kitalah yang selalu menyimpan desa dan kota pada sebuah hati yang kecil, menerjemahkan halal dan haram Kedudukan mesti diperbaharui... Mengenang hidup, betapa pun wajib merelakan kematian, membawa sejinjing amal dan sejemput harapan: mengenang mati, betapa pun besar harga ternyata semisal atom, mengolah mimpi tafakkur Alangkah dalamnya tujuh lapis petala bumi alangkah jauhnya tujuh lapis petala langit bagaimana menembus dan menulangnya? Semestinya rantau bunga kasih berpupuk harap dan kumbang terbang pada siang dan malam jadilah kunang-kunang meski hinggap tak membakar

PERANG YANG PALING KALAH

Sesaat lagi, mungkin dalam waktu dekat bakal tercipta pertarungan antara kita Jangan salahkan siapa-siapa karena rumah yang kita diami telah berubah rimba Hutannya mengajarkan hidup saling buas untuk menyelamatkan diri sendiri menyusuri sungai di deras berlainan