Kalau masih
belum lengkap bagimu tatapanku
biarlah hati
tertawan hangus, bersamamu saja
kerinduan
ini menjadi lengkap, tak bisa kutepiskan,
betapa
matamu hinggap tubuhku seakan kauusap:
rambut,
alis, kumis dan bahkan terjemahannya
makna-makna
kesendirian
Tak mungkin
kupungkiri hidangan mimpi
Kautawarkan
pula setalam sepi warna-warni
Kehidupan
kanak-kanakku muncul, kenakalan
remajaku
hadir, dan pernikahan kta berulang
di ujung
mata: “istighfarlah,” ucapmu..
Mengapa
kautitipkan kebahagiaan sementara
kau akan
menikmati kehilangan, terlebih lagi aku:
bagaimana
kelak jika aku ingin omelanmu
atau ketus
ungkapan saat memilih pekerjaan baru
Ah, tentu
ini tidak mungkin?
Jarak, meski
sehelai rambut tetap saja menguntit
rindu:
beranikah aku mendekap ruang gelap
dindingan
tanah merah itu?
Tak wajar
bila aku merasa menyia-nyiakanmu
dan
sesungguhnya apa yang terjadi adalah bukti
yang
kuusahakan sepermanen mungkin:
berartikah
kepergianku bagimu tanpa meninggalkan
perbekalan?
“Aku
bahagia,” suaramu itu penjara teramat indah
meski sulit
untuk ditepiskan..
Komentar
Posting Komentar