Hiduplah
perantauan, ragam warna, ragam kitab
Mikrofon
diperebutkan: kitalah yang selalu
menyimpan
desa dan kota pada sebuah hati
yang kecil,
menerjemahkan halal dan haram
Kedudukan
mesti diperbaharui...
Mengenang
hidup, betapa pun wajib merelakan
kematian,
membawa sejinjing amal dan sejemput
harapan:
mengenang mati, betapa pun besar harga
ternyata
semisal atom, mengolah mimpi tafakkur
Alangkah
dalamnya tujuh lapis petala bumi
alangkah
jauhnya tujuh lapis petala langit
bagaimana
menembus dan menulangnya?
Semestinya
rantau bunga kasih berpupuk harap
dan kumbang
terbang pada siang dan malam
jadilah
kunang-kunang meski hinggap tak membakar
Di sini
pelataran tak bertepi, sungai mengalir
laut
menghempas, gunung kukuh, dan nafsu dijinakkan
Memandang
rantau: pertikaian bermata lapar
Si Buta tak
bertongkat, Bisu tak berbimbing, dan
Si
Pincangbertolak pinggang: aduh..
Kitalah
sesungguhnya khalifah pendamai mata resah
mengharamkan
berpaling hati..
Pemandangan
itu sungguh tak indah, hanya jurang, laut
ngarai yang
berbatu terjal Ow, kepak burung gagak
Angkat senjata:
tangan, mulut dan hati, olah kebenaran
cahaya suci
kepulangan!
Komentar
Posting Komentar