Langsung ke konten utama

JALAN LURUS

Hiduplah perantauan, ragam warna, ragam kitab
Mikrofon diperebutkan: kitalah yang selalu
menyimpan desa dan kota pada sebuah hati
yang kecil, menerjemahkan halal dan haram

Kedudukan mesti diperbaharui...
Mengenang hidup, betapa pun wajib merelakan
kematian, membawa sejinjing amal dan sejemput
harapan: mengenang mati, betapa pun besar harga
ternyata semisal atom, mengolah mimpi tafakkur
Alangkah dalamnya tujuh lapis petala bumi
alangkah jauhnya tujuh lapis petala langit
bagaimana menembus dan menulangnya?
Semestinya rantau bunga kasih berpupuk harap
dan kumbang terbang pada siang dan malam
jadilah kunang-kunang meski hinggap tak membakar

Di sini pelataran tak bertepi, sungai mengalir
laut menghempas, gunung kukuh, dan nafsu dijinakkan
Memandang rantau: pertikaian bermata lapar
Si Buta tak bertongkat, Bisu tak berbimbing, dan
Si Pincangbertolak pinggang: aduh..
Kitalah sesungguhnya khalifah pendamai mata resah
mengharamkan berpaling hati..
Pemandangan itu sungguh tak indah, hanya jurang, laut
ngarai yang berbatu terjal Ow, kepak burung gagak
Angkat senjata: tangan, mulut dan hati, olah kebenaran

cahaya suci kepulangan!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SEMERBAK KENANG

Irman Syah SEMERBAK KENANG Ning nong neng neng Neng neng nong neng.. Kembali sunyi, rel yang beku Stasiun sukma meraung klenengan bertukar kata Pilu taman dicium embun Lumut kian membungkus sunyi diri dan risau mimpi Tikam-menikam jantung hitung-menghitung untung dalam abadinya perantauan

RUMAH KEDIRIAN

Apa sesungguhnya yang lekat di usia..   Hitungan dan angka-angka ataukah rasa yang tak pernah lupa akan hikayat semesta? Ceria dan airmata tak pernah lupa kemana diri mesti meminta, kadang namalah yang sering alpa atau gelar yang tanpa sengaja menerima sanjung puja. Mari, lepaskan semua sangka. Hidup tak semisal angka dan hitungan bukan hanya bahasa manusia. Selamat menikmati diri yang sesungguhnya tanpa anasir apa pun yang menggoda, kecuali bagiNya dengan segenap tatacara..

MENIDURI MAWAR

Irman Syah MENIDURI MAWAR Ketika harus membagi wangi mawar terperangkap genggaman tampuk, batang, dahan dan ranting Sedang jambangan menanti, makam menunggu pesta riuh tepuk-tangan, serta peluk-cium pun amat merindu: mawar ragu memaknai diri sendiri