Kuda belang,
kudaya belang, melompat dan
melayang,
dikipasnya wangi parfum surga, langit
terbelah dan
malaikat menari
Tak pernah
ada tarian sesakral itu: suara bansi,
patuah dan
petatah-petitih pun beralih-alih suara
Kuda belang,
kuda yang mengangkang
ringkikkan
kemerdekaan: seniman merdeka,
“merdekakah?”,
seniman setia, “setiakah?”
ow, tanya
jantungmu: tanya, tanya, tanya?
Tanya
jantung, jantung, jantungmu jantan!
Kuda
melompat, kuda meringkik, kuda menari-nari
Teriakan
tukang obat, pidato-pidato bungkus kacang
“Kebenaran,
kebenaran!”
Hugh loak,
sungguh lawak!
Mana kuda
jantan, mana?
kuda betina
makin liar menggili
Beberapa
orang terbius, berubah jadi kuda
dan beberapa
ekor kuda berubah jadi orang
meraung-raung,
terbius-bius!
Kuda
bersemangat kuda, orang bersemangat kuda
di
warung-warung, di bukit-bukit, di goa-goa
di
gedung-gedung parlemen: semua menajamkan
kata
menjatuhkan dakwa, tak percaya bukan
lihat pacuan
kuda, gelanggang-gelanggang kuda
tergusur ke
meja-meja memakan proposal-proposal
menari ia,
kuda itu menari-nari, tariannya lucu!
Tak pernah
ada tarian sesakral itu?
Ternyata
kita telah banyak menyaksikan
lakon-lakon
kuda tapi tak mementaskannya
sampai
tuntas, tak pernah bukan?
Kuda-kuda
betina menari, menjajakan belangnya
digitiknya
mesin-mesin pembangunan dengan teknologi
bertenaga
kuda, meruntuhkan sejarah
Digitiknya
budaya, adat dan sopan-santun:
sopan-satun
kita saudara-saudara
Ia kuda,
kuda belang, berjingkat di candi tua
mengalirkan
irigasi, mana kuda jantan, kuda
jantan..
mana jantanmu?
Komentar
Posting Komentar