Langsung ke konten utama

BERKUBUR

Tanpa lonceng aku telah mempersiapkan saja cangkul
untuk mengubur diri sendiri di rimba kesunyian
Mulut tanah perbukitan itu menganga dan bersuara
“hai lelaki, pejamkan mata!”
Angin mendesirkan lalang, burung murai menajamkan
kicau dan aku berangkat ke jurang diri sendiri
Memproklamirkan kesepian tanpa henti

Berkubur sendiri jauh beda dengan dikubur
Getar nuranilah yang mampu menerjemahkan perih
menangkap kearifan di bibir jurang jiwa
“hai, terjunkah sebelum sore kautunaskan!”
Batu-batu runcing menggigil dan pasir seakan teriak 
di telapak kaki


Untuk berkubur aku tak sanggup menutup mata
dan terjun sebelum memproklamirkan diri
sebagai pembangkang: sayat kicau murai, desir angin
dan suara pasir selalu saja sindir-menyindir bau
kematian yang kukemas, beribu suara menuding
dari dalam memporak-porandakan dinding-dinding dada
“lari ke mana kau lelaki?” kejar suara
Ada juga suara gaduh yang pukul memukul dinding hati
Kadang bagai dentuman tiga-tiga yang menyayup
mengantar perjalanan ke diri sendiri

Aku berkubur sendiri tanpa siapa pun dalam diri dan tak
seorang pun boleh membaringkan ocehannya di sini
Tanpa lonceng, aku telah berkubur di kampung kecil
Aliran sungai kesejukan nurani meresapkan api ke jantung
Bakar-membakar jiwa, dalam kubur diri, aku berteriak
sejadi-jadinya: ucapkan terimakasih dan cinta
kepada siapa saja bukan ke diri sendiri
Ucapkan sakit hati dan dendam kepada siapa saja
terlebih ke diri sendiri!

Aku berkubur dengan susah paya menciptakan kubur
aku berkubur untuk memudahkan orang lain berkubur
pada dirinya, aku berkubur untuk menentang orang lain
membuat kubur dan memasukkan siapa saja ke dalamnya


Komentar

Postingan populer dari blog ini

SEMERBAK KENANG

Irman Syah SEMERBAK KENANG Ning nong neng neng Neng neng nong neng.. Kembali sunyi, rel yang beku Stasiun sukma meraung klenengan bertukar kata Pilu taman dicium embun Lumut kian membungkus sunyi diri dan risau mimpi Tikam-menikam jantung hitung-menghitung untung dalam abadinya perantauan

RUMAH KEDIRIAN

Apa sesungguhnya yang lekat di usia..   Hitungan dan angka-angka ataukah rasa yang tak pernah lupa akan hikayat semesta? Ceria dan airmata tak pernah lupa kemana diri mesti meminta, kadang namalah yang sering alpa atau gelar yang tanpa sengaja menerima sanjung puja. Mari, lepaskan semua sangka. Hidup tak semisal angka dan hitungan bukan hanya bahasa manusia. Selamat menikmati diri yang sesungguhnya tanpa anasir apa pun yang menggoda, kecuali bagiNya dengan segenap tatacara..

MENIDURI MAWAR

Irman Syah MENIDURI MAWAR Ketika harus membagi wangi mawar terperangkap genggaman tampuk, batang, dahan dan ranting Sedang jambangan menanti, makam menunggu pesta riuh tepuk-tangan, serta peluk-cium pun amat merindu: mawar ragu memaknai diri sendiri