Langsung ke konten utama

KALIMALANG

Ujan deui Akang
di pinggir Sunter
Kapan deui Akang
urang kablinger..

Kerlip lampu mempertegas jalanan setapak
melintasi Kalimalang: perempuan bernyanyi
Suaranya bakar-membakar masalalu

Mari berlayar
Ini sungai
tempatmu berenang

Sepanjang malam selalu saja nyanyian
memanggil singgah, sekedar minum bir
berucap sepatah dua
dan kata-kata terbakar
Perempuan-perempuan tak puas bernyanyi
matanya berdarah

Kemarilah..
Mari bernyanyi
Mari.. Oh, mari..

Sekian puluh musim telah tertinggal
Sawah-ladang Bunda ditanam beribu lelaki
dan panen selalu saja merisaukan

Masalalu yang tak berujung pangkal
membakar obor-obor keperihan
Tanah kami di mana, air kami di mana?
di sini tetap saja dikejar-kejar
Tanah tak lagi ada, air?
Adalah Kalimalang yang menjalar coklat
dan malam membuatnya kian pekat..


Komentar

Postingan populer dari blog ini

SEMERBAK KENANG

Irman Syah SEMERBAK KENANG Ning nong neng neng Neng neng nong neng.. Kembali sunyi, rel yang beku Stasiun sukma meraung klenengan bertukar kata Pilu taman dicium embun Lumut kian membungkus sunyi diri dan risau mimpi Tikam-menikam jantung hitung-menghitung untung dalam abadinya perantauan

RUMAH KEDIRIAN

Apa sesungguhnya yang lekat di usia..   Hitungan dan angka-angka ataukah rasa yang tak pernah lupa akan hikayat semesta? Ceria dan airmata tak pernah lupa kemana diri mesti meminta, kadang namalah yang sering alpa atau gelar yang tanpa sengaja menerima sanjung puja. Mari, lepaskan semua sangka. Hidup tak semisal angka dan hitungan bukan hanya bahasa manusia. Selamat menikmati diri yang sesungguhnya tanpa anasir apa pun yang menggoda, kecuali bagiNya dengan segenap tatacara..

MENIDURI MAWAR

Irman Syah MENIDURI MAWAR Ketika harus membagi wangi mawar terperangkap genggaman tampuk, batang, dahan dan ranting Sedang jambangan menanti, makam menunggu pesta riuh tepuk-tangan, serta peluk-cium pun amat merindu: mawar ragu memaknai diri sendiri