Langsung ke konten utama

DI NEGERI BATU

Tak lagi ada hujan emas, tak ada hujan batu
semua me-Malin Kundang. Lelaki itu bernama
pelarian, kapal, laut, karang dan gelombang
cuma alasan karena di negeri ini tak ada lagi
pemilikan: sementara perempuan hanyalah
rumah yang selalu ingin pergi

Monumen-monumen, patung-patung, tugu-tugu
hanya ucapan selamat datang dengan jamnya
yang pukul-memukul yang membuat diri seakan
dikejar-kejar: was-was dan risau kian membakar

“Ayo, selamatkan diri secepat kilat: 
petir di laras-laras makin dahaga pada nurani!”
Letupan di dada rakyat bahasa hidup dan mati

Tak ada lagi hujan emas, tak ada lagi hujan batu
semua menjadi Malin kundang. Lelaki itu pelarian
dan perempuan? Dialah rumah yang selalu ingin
pergi: membalutkan luka pada lelaki, menumbuh
kembangkan pucuk-pucuk zaman, tapi negeri tak
jua berpihak pada nurani sehingga akhirnya
semua membatu..

Semarang, 2010


Komentar

Postingan populer dari blog ini

SEMERBAK KENANG

Irman Syah SEMERBAK KENANG Ning nong neng neng Neng neng nong neng.. Kembali sunyi, rel yang beku Stasiun sukma meraung klenengan bertukar kata Pilu taman dicium embun Lumut kian membungkus sunyi diri dan risau mimpi Tikam-menikam jantung hitung-menghitung untung dalam abadinya perantauan

RUMAH KEDIRIAN

Apa sesungguhnya yang lekat di usia..   Hitungan dan angka-angka ataukah rasa yang tak pernah lupa akan hikayat semesta? Ceria dan airmata tak pernah lupa kemana diri mesti meminta, kadang namalah yang sering alpa atau gelar yang tanpa sengaja menerima sanjung puja. Mari, lepaskan semua sangka. Hidup tak semisal angka dan hitungan bukan hanya bahasa manusia. Selamat menikmati diri yang sesungguhnya tanpa anasir apa pun yang menggoda, kecuali bagiNya dengan segenap tatacara..

MENIDURI MAWAR

Irman Syah MENIDURI MAWAR Ketika harus membagi wangi mawar terperangkap genggaman tampuk, batang, dahan dan ranting Sedang jambangan menanti, makam menunggu pesta riuh tepuk-tangan, serta peluk-cium pun amat merindu: mawar ragu memaknai diri sendiri