Irman Syah
PRANTAUAN
DAN TEPIAN HATI
Sepanjang
Pinang Balirik menghiliri si Batang Agam
Berdebu
telapak di jalan tanah, siul barabah di jawi-jawi
menemukan
langkah dengan kelok. Pohon pinang
bergerak
riang, anginnya belai membelai daun dan pucuk
berdesiran
sepanjang kiri kanan jalan, dan di atasnya
tepat di
singgasana, burung pipit bercericit: “pidi..”
Di sini
kampung bertepian, berpandam pekuburan
Perempuan-perempuan
berkebaya, tutup kepala dengan
Selendang.
Sayangnya malang berkumandang, kelok kini
bertemu
simpang, membunuh jejak di jalan pulang
Meski harus
memudik air, nasib mesti dikayuhkan, jiwa
‘ntah akan
singgah di mana? Kata orang, bila biasa
menyongsong
angin, tentu mampu menyibak badai
maka jerat
mesti di pasang tak peduli di rantau orang
Selamat
tinggal Pinang Balirik, mengalirlah terus
si Batang
Agam, telapak kaki di awang-awang. Hidup
nyatalah
kelok dan simpang membangun kenang demi
kenang:
impian, iman dan kasih-sayang. Burung
pipit
rasa
bernyanyi dan membayanglah Bukit Barisan
Tentang
surau dan tepian, membalik lamun yang takkan
lekang di
Negeri Magek Tilatang Kamang. Cericit pipit
memusiki
hati, kian hari kian menjadi: “pidi! pidi! pidi!”
Kayutanam, 1998
Komentar
Posting Komentar