Irman Syah
JAKARTA-JAKARTI
Kaukah itu
lelaki bermata sayu berdiri di simpang
menatap
gadis-gadis berseliweran. Hai Upik, nomor
berapa
kutangmu? Atau kau hanya singgah sekedar
melemparkan
parfum pasangan Belandamu:
wangi tercium di mulut botol yang sering kuteguk!
Jakarta,
katakan pada Jakarti: ganja di lipatan kotak
mik-ap itu
jangan dulu kau bakar, tunggu pangeran
berkuda bersayap
kampret dan berselendang merah
itu di
gerbang rumahmu dengan genggaman mawar-api
yang meruyak di dadanya. Kini ia tengah berada
di Bulak
Kapal, 5 detik lagi Senen, Bulungan, Salemba,
Sudirman,
Cendana, Senayan, Tangerang, Pondok
Bambu, pun
keluar masuk di Cipinang
Tepat di
mulut rahim-kihidupan yang pernah kita gelar
bersama
mimpi-mimpi panjang dengan lenguh dan jerit
yang tak
berkesudahan, “huh hah huh..!”
Jakarta,
Jakarti menyampaikan salam padamu lewat
keringatnya
yang mengalir ke muara keringatku:
telpon pun
berderingan..
“Halooo,
Jakarta ya?”
“ha..?”
“ha he
hoh..”
“yess tak
keikon juancuk!”
“Yup!”
“Ini
Jakarti: Bapak Medan, Ibu Madura.”
Jak@rt: 2003
Komentar
Posting Komentar